29 Agustus 2014

Apa saja kata Mereka? (Bagian 2)


Suatu kali,
saya pernah memberikan pertanyaan ini kepada sebanyak mungkin teman wanita yang masih lajang dan saya kenal karib, 
"Menurut kamu, why are you still single so far?"
Dari sinilah saya memperoleh 10 jawabannya.
Dan akhirnya menjadi ide dasar (atau kerangka karangan) 
dari buku pertama saya.
Check it out!


5. "Masih banyak hal yang lebih penting"
Maksudnya di sini adalah bicara tentang fokus. Para wanita ini lebih memilih untuk membiayai sekolah adik-adiknya terlebih dulu atau menjadi tulang punggung keluarga, maupun berkarier, ketimbang punya pacar. Bahkan, di antara mereka ada juga yang telah terikat kontrak dengan perusahaan tempatnya bekerja hingga beberapa waktu ke depan untuk tidak menikah. Sehingga, berpacaran atau menikah masih bisa ditunda, setidaknya sampai keadaan menjadi lebih baik. Lagipula, kalau pacaran dan menjadi tulang punggung keluarga dijalani bersamaan, belum tentu hasilnya maksimal, bisa-bisa malah berantakan. Jadi, memang lebih baik fokus satu-per-satu.

6. "Baru saja putus, pernah batal menikah, atau bercerai sebelumnya"
Saya bersimpati saat mendengar para wanita ini bercerita tentang kisah hidup percintaannya, sekaligus juga merasa kagum menyaksikan kegigihan mereka untuk tidak menyerah, apalagi menjadi korban trauma. "I won't give up loving somebody," demikian kata mereka. Hanya saja pada kenyataannya, perkataan ini tidak semudah yang diucapkan mulut. Walau telah berpisah dua minggu atau satu tahun, tiga tahun lamanya, keadaannya tidaklah berbeda. Mereka masih memendam perasaan terhadap si mantan dulu, bahkan semakin berlarut-larut memikirkannya. Sehingga, setiap kenangan membawa mereka ke masa lampau kembali, mengakibatkan perasaan sedih ataupun tidak berarti muncul. 

Sudah menjadi sifat dasar wanita (memang) lebih sering menggunakan perasaannya ketimbang pikiran. Hal ini membuat wanita lebih sulit melupakan dibanding pria.

7. "Pernikahan itu sesuatu yang serius bagiku"
Pernikahan memang merupakan hal yang serius dan bukan main-main (permainan). Dibutuhkan kesadaran penuh untuk melalui tiap prosesnya. Setiap wanita tentu mendambakan pernikahan, namun pernikahan seperti apa yang diharapkan. Pernikahan adalah kerja keras, di mana Anda dan pasangan tidak akan mendapat cuti, kendatipun hanya satu hari. Sebagaimana ditulis Santo Aboeprajitno dalam Fatwa Cinta, "Pernikahan itu ibarat sekolah seumur hidup untuk belajar mencintai pasangannya."

Pernikahan dapat diartikan sebagai tiket sekali jalan, yang hanya ditujukan bagi "Orang dewasa" BUKAN "Anak-anak." Itu sebabnya, kita perlu memandang nilai diri kita dengan serius, serta memahami urutan yang sepatutnya terjadi dalam sebuah hubungan. Anda harus menghormati diri sendiri dan memperlakukannya secara istimewa, karena memang begitulah adanya diri Anda. 

8. "Mungkin karena aku sudah punya segalanya, pria jadi takut berhubungan denganku"
Jawaban ini malah keterbalikan dari jawaban pertama. Kelompok wanita yang menjawab demikian, justru berpenampilan lebih sederhana. Mereka lebih memilih naik busway dibanding mengemudi mobilnya sendiri. Kalau pun berkendara, mereka akan memilih mobil kantor yang relatif kuno, daripada mobil matic (milik pribadi) yang tentunya lebih memberi kenyamanan, terutama di tengah kemacetan lalu-lintas. 

Saat melihat penampilan mereka, sepertinya tidak ada yang mengira kalau pribadi/diri mereka bisa menakutkan pria untuk menjalin hubungan. Mungkin saja pria akan berpikir sama seperti saya, Wanita-wanita ini begitu sederhana. Namun nyatanya, sejumlah wanita di luar sana masih berpikir sebaliknya.

9. "Karena laki-laki itu bodoh dan aku sudah lelah berhubungan dengan mereka"
Jawaban kali ini mengingatkan saya akan sebuah cerita di buku "More Taste Berries for Teens" karya Bettie B Young, Ph.D., Ed.D. dan Jennifer Leigh Youngs. Ada seorang gadis yang putus hubungan karena curiga pacarnya berselingkuh. Setiap hari ia dan teman-temannya menjelek-jelekkan sang mantan, juga wanita yang diduga selingkuhannya itu, hingga suatu hari ia mengetahui bahwa semuanya hanyalah gosip belaka. Ia merasa sangat bersalah dan buru-buru meminta maaf. Dengan perasaan bodoh akibat memercayai gosip begitu saja lantaran emosi, ia berkata pada teman-temannya, "Mulai hari ini, jangan ada lagi kata-kata buruk mengenai mereka. Maksudku, siapa sih aku ini? Jelas-jelas perbuatanku jauh lebih buruk. Aku memang sudah minta maaf, tapi rasa malu ini sepertinya tidak akan pernah hilang."

10. "Wah, tidak tahu deh kenapa aku masih jomblo sampai sekarang"
Kemudian, ia justru balik bertanya ke saya, "Menurut kamu kenapa?"


HAPPY READING *wink

22 Agustus 2014

Apa Saja Kata Mereka? (Bagian 1)


Suatu kali,
saya pernah memberikan pertanyaan ini kepada sebanyak mungkin teman wanita yang masih lajang dan saya kenal karib, 
"Menurut kamu, why are you still single so far?"
Dari sinilah saya memperoleh 10 jawabannya.
Dan akhirnya menjadi ide dasar (atau kerangka karangan) 
dari buku pertama saya.
Check it out!

Menyadari pertanyaan tersebut bersifat pribadi dan agak sensitif, maka saya menggunakan "Prinsip Garam" yang pernah saya baca dalam sebuah buku berjudul, "For Better or For Best Understanding Your Husband (Alasan Tersembunyi Mengapa Pria Berperilaku Tertentu)" ditulis oleh Dr. Gary Smalley. Buku yang ditujukan bagi kaum Hawa ini, menyodorkan sebuah prinsip menarik, yakni sifat garam yang pada dasarnya membuat orang haus. Menurut Dr. Gary, sebuah hubungan harusnya berhasil menciptakan dahaga akan percakapan yang membangun antara dirinya sendiri dengan orang lain. Sehingga hasilnya, masing-masing individu dapat mempelajari kebutuhan lawan bicaranya dengan baik. Well, saya sangat setuju...

Ibarat melakukan sebuah wawancara, Anda tidak akan pernah dipersiapkan banyak pertanyaan, melainkan hanya 3 atau 4 pertanyaan saja, di mana selebihnya harus Anda gali sendiri melalui pernyataan para narasumbernya, sambil memperhatikan dengan seksama setiap jawabannya. Karena dari situlah biasanya muncul penjelasan yang jujur. Ya, Anda hanya perlu mendengarnya dengan lebih cermat...

Untuk hal ini, gaya Oprah Winfrey maupun Najwa Shihab bisa dijadikan contoh. Menurut saya, mereka menggunakan prinsip garam saat mewawancarai narasumbernya. Terlihat sekali rasa haus yang sangat akan setiap jawaban narasumbernya. Tak henti-henti mereka melontarkan pertanyaan hingga semua menjadi jelas. Sampai-sampai penonton di studio ataupun di rumah ikut terhanyut merasakan suasananya.

Dengan cara yang sama, pertanyaan di atas saya ajukan. Akhirnya, diperoleh 10 jawaban yang diberikan oleh para wanita yang berani dan luar biasa ini:

1. "Mungkin karena aku sudah tidak cantik lagi"
Awalnya, merasa bingung juga mendengar jawaban ini keluar dari mulut mereka. Sebabnya, mereka termasuk wanita yang sangat cantik dan menarik. Sejujurnya, andai saya ini pria, tentu akan berpikir untuk mengejarnya. Mereka merupakan para wanita sophisticated yang penuh gaya dan hebat, lengkap dengan ciri-ciri: Menjinjing tas branded terkenal, sepatu tumit tinggi beralas merah, senyuman yang ramah, sikap yang akrab namun sopan, gadget yang selalu on, juga pekerjaan hebat yang dapat menunjang segalanya. Sungguh mengagumkan, bukan?

Namun, ketika pembicaraan berlanjut, saya baru mengerti alasannya, ternyata, "Aku merasa bingung saja. Padahal sudah seperti ini (sambil menunjuk dirinya sendiri), tapi kok belum laku ya? Padahal umur bertambah terus. Apakah karena kecantikanku sudah luntur?"

2. "Belum menemukan orang yang tepat"
Ini menjadi jawaban paling banyak yang diberikan. Saking banyaknya, juga karena "sedikit bosan" mendengar jawaban yang sama berulang-ulang, saya memutuskan memberi pertanyaan tambahan, "Lalu, apakah kamu sudah tahu standar atau kriteria pria yang kamu inginkan?"

Beberapa menjawab, "Tentu saja. Aku mau dia begini...begitu... Dan seterusnya," dengan bermimik muka penuh keyakinan, sampai-sampai saya pun ikut merasakan semangatnya, yang terpenting ia sudah mengetahui apa keinginannya. Lalu, ada juga yang menjawab dengan standar-standar, "Seiman. Baik. Ganteng. Sayang keluarga. Sayang saya. Pengertian. Dewasa. Kaya... Dan sebagainya." Namun, ada juga yang malah mengangkat bahunya sambil geleng-geleng kepala. Yah, Anda tentu mengerti maksudnya, bukan?

3. "Akunya saja yang belum mau. Santai saja"
Waktu mendengar jawaban ini, sempat terbersit pertanyaan dalam hati saya, Hmm, mau sampai kapan santainya? Kalau hanya sampai esok hari, mungkin saya tidak terlalu mengkhawatirkannya, walau kemudian sempat terganjal pikiran juga sih, "Kenapa harus santai sampai besok kalau sebenarnya bisa dimulai hari ini?"

4. "Masih muda. Masih banyak yang ingin aku lakukan"
Entah apa yang mendasari mereka menjawab demikian. Apakah mereka sungguh-sungguh merasa masih muda sehingga ibarat berkata, "Don't tell my age, I know that. But somehow, I still feel young and always excited for new things.

Atau, mungkinkah dikarenakan ketidaksiapan mereka, "Mumpung masih muda, rasanya sah-sah saja bersenang-senang dulu." Akhirnya mereka tidak membuat rencana, tidak mengatur waktu, tidak peduli. Mereka melakukannya semata-mata akibat sikap yang belum siap berkomitmen, sehingga tidak tahu ke arah mana hubungan yang sedang dijalankannya, bagaimana kelanjutannya, dan tidak berusaha mempersiapkannya juga. Mereka menjalani hari demi hari begitu saja, hanya mengisinya tanpa mengetahui dengan jelas tujuan memilih pria tersebut, alasan melakukan rutinitas tertentu. Dan sebagainya.

5. "Masih banyak hal yang lebih penting"

...to be continued...