30 April 2016

Sticking to God Limits

Pernahkah kita merasa kesulitan melakukan sebuah pekerjaan? Atau merasa bahwa pekerjaan tersebut sebenarnya bukan untuk kita, mungkin itu porsi pekerjaan orang lain? Dan akhirnya berujung pada pertanyaan, "Am I fit in here? Am I belong in here?"

2 Korintus 10:12-18 (Message Bible)
“We're not, understand, putting ourselves in a league with those who boast that they're our superiors. We wouldn't dare do that. But in all this comparing and grading and competing, they quite miss the point. We aren't making outrageous claims here. We're sticking to the limits of what God has set for us. But there can be no question that those limits reach to and include you. We're not moving into someone else's "territory." We were already there with you, weren't we? We were the first ones to get there with the Message of Christ, right? So how can there be any question of overstepping our bounds by writing or visiting you? We're not barging in on the rightful work of others, interfering with their ministries, demanding a place in the sun with them. What we're hoping for is that as your lives grow in faith, you'll play a part within our expanding work. And we'll all still be within the limits God sets as we proclaim the Message in countries beyond Corinth. But we have no intention of moving in on what others have done and taking credit for it. "If you want to claim credit, claim it for God." What you say about yourself means nothing in God's work. It's what God says about you that makes the difference.(penekanan ditambahkan)

Ayat ini membuat saya merenung. Dikatakan di sana, “...We’re sticking to the limits of what God has set for us...” Jadi, seperti posisi di perusahaan, Tuhan selaku atasan kita, telah mengatur atau menetapkan pekerjaan kita sejak semula. Dan di penghujung acara (hasil), tidak/bukan menjadi pertanyaan kalau limit tersebut berhasil kita raih, karena memang itu rencana-Nya dari awal.

Saya teringat dulu ketika bekerja, atasan saya kerap menggunakan kalimat ini, “Sudah lakukan itu dulu, nanti biar saya yang memikirkan apa langkah berikutnya.” Dan saya selalu mendahului beliau dengan mengatakan atau memberikan beberapa ide yang mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan. Tapi akhirnya, itu bukan bagian saya. Atau urusan saya malah... Saya sudah diberikan pekerjaan yang sesuai dengan kapasitas saya. Apabila saya bisa mengerjakannya dengan lebih baik atau menyelesaikannya lebih cepat, berarti saya memaksimalkan potensi saya. Dengan kata lain, saya sedang membuktikan ke diri sendiri bahwa saya bisa lebih baik daripada saya yang sebelumnya.

Dan kita, tidak di set untuk melakukan pekerjaan orang lain, atau bahkan mengacak/ mengatur pekerjaan mereka, lalu akhirnya menuntut posisi yang sama dengan mereka. Karena bukan untuk itu Tuhan menempatkan kita di pekerjaan tersebut. Ia sudah menetapkan apa pekerjaan kita sejak awal. Sulit atau tidak. Membosankan atau menyenangkan. Enjoy or not. Ini proses...

“Jangan habiskan sebagian besar hidup untuk berkompetisi dengan orang lain. Hidup sampai maksimal adalah berkompetisi dengan diri Anda sendiri” 
–Myles Munroe.

Dulu saya pernah mendengar pengertian breakthrough, yaitu sesuatu yang tidak bisa/belum pernah dilakukan sebelumnya, sekarang bisa/sudah dilakukan. Contoh, dulu kita termasuk orang yang tidak pernah berolahraga, tapi sekarang kita menjadi terbiasa untuk berolahraga setiap hari, tanpa disuruh sekalipun oleh orang lain. Ini adalah breakthorugh...

Saya suka kata ini... Karena apabila dikaitkan dengan ayat di atas, pekerjaan yang awalnya terkesan sulit untuk dilakukan, bahkan seolah membutuhkan extra grace untuk melakukannya, menjadi semakin mudah untuk dilakukan sekarang, bahkan bukan tak mungkin membuat kita menjadi mahir. Akhirnya, kita membuktikan kepada diri sendiri bahwa kita baru saja bisa melaluinya.

Inilah pekerjaan yang ditetapkan/ditentukan Tuhan sejak awal. Tidak ada yang susah untuk dilakukan. Lagipula, memang itu pekerjaan/tanggung jawab kita sejak awal. Dan seperti atasan saya, Tuhan sangat tahu kapasitas kita. Justru kitalah yang belum mengetahui kapasitas diri sendiri. Tapi, apapun yang kita katakan mengenai pekerjaan sendiri tidaklah penting. Saya suka kata ayat ini, “...It’s what God says about you that makes the difference.”

Jadi, tidak apa mengalami kesulitan dalam bekerja. Tidak apa kalau tidak mengerti (di awal) pekerjaan kita. Terus jalani saja. Tidak perlu mengeluh, menangis, apalagi jadi kasak-kusuk pekerjaan orang lain, buruknya lagi, membandingkan orang lain dengan diri sendiri. No... Ingat, Anda di sini bukan untuk berkompetisi dengan orang lain, tapi diri Anda sendiri. Jadikan tiap hari, tiap saat, adalah breakthrough Anda. Lihatlah sesuatu yang belum Anda lihat sebelumnya. Kerjakan sesuatu yang belum pernah Anda kerjakan sebelumnya. Kerjakan setiap hari... Pada akhirnya Anda akan tahu kok. Kerennya, Anda berhasil melaluinya. Dan ini semua bukan karena kehebatan Anda, tapi bagaimana Tuhan menentukan/menetapkan pekerjaan tersebut sejak mula. Sebabnya, IA tidak pernah menetapkan standar yang biasa-biasa saja, selalu luar biasa, yang melebihi pikiran kita sendiri.

So, don’t stress out, my friends... Just enjoy it... Your journey is fine.

05 Februari 2016

CERBUNG: "Sejak Pertama kali Bertemu di Jalan Tol" (Bagian 3)

---Lanjutan minggu lalu---

   DUA MINGGU KEMUDIAN
   "Gila, cantik banget dia. Kulitnya putih. Rambutnya diikat samping. Badannya juga langsing. Dan kakinya kecil pula. Tampak cantik dengan sepatu high heels putihnya. Gua harus melakukan sesuatu," Garry bicara sendiri. "Ya, gua harus melakukan sesuatu." Ia pun segera mematikan mesin mobil, merapikan rambut dan kemejanya. Lalu keluar dari mobil, merasa bingung dan sedikit gugup, tidak tahu harus berkata apa. Akhirnya, ia membuka pintu bagasi mobil, merapikan barang-barang di dalam tas gym yang nyata-nyata tidak berantakan itu.

   Tak berapa lama, Garry mendengar bunyi suara alarm mobil di sampingnya. Garry mendongakkan kepala sejenak. Cewek itu sedang berjalan menuju mobilnya, sambil membuka dompet, merapikan struk kertas dan lainnya. Tiba-tiba angin bertiup agak kencang, membuat rok putih cewek itu tersingkap, juga menerbangkan dua lembar uang berwarna biru. Ia sempat berteriak kecil. Dengan sigap, Garry menangkap uang yang sedang beterbangan itu. Satu lembar berhasil diraihnya, tapi yang satunya lagi membuat Garry sampai merangkak untuk mengambilnya. Ketika dua-duanya berhasil diraih, Garry membalikkan badan. Dan ternyata, cewek itu sudah berdiri tak jauh dari mobil Garry. Ia sudah merapikan rambut dan roknya. "Wah, terima kasih," ia tersenyum lembut.
   Garry berjalan mendekatinya hingga mereka berhadapan sekarang, "My pleasure..."
   "Thank you sampai dikejar gitu..."
   "Hahaha... Tidak apa. Anginnya memang sedikit nakal ya."
   "Iyah nih," balasnya.
  "Ini uang kamu." Garry menyerahkan dua lembar yang dikejarnya dengan susah payah tadi kepada tangan kecil cewek itu. Sekilas, ia mencium harum bunga mawar. Harum sekali dia, ujar Garry dalam hati.
   Cewek itu mengambil dengan lembut uangnya, mencoba memasukkannya ke dalam dompet, sambil berujar, "Oke. Sekali lagi terima kasih ya. Yukk duluan..."
   Garry, dia akan berlalu. Ayo pikirkan sesuatu. Lakukan sesuatu, lakukan sesuatu! Cepat! Perintah dirinya sendiri dalam hati. Garry lalu memanggilnya, "Tunggu." Cewek tersebut sudah membuka pintu mobilnya. Tercium oleh Garry semerbak wangi bunga mawar. 
   "Yah?" tanya cewek itu.
   "Sori, tapi apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"
   Cewek itu terdiam sejenak, lalu menjawab "Hmm, sepertinya belum."
   "Oh gitu ya, sori... Soalnya saya merasa seperti pernah melihat kamu," ujar Garry berdusta.
   "Hmm..." Cewek itu merapikan rambutnya sejenak, lalu melihat sekilas mobil Garry. "Tapi saya pernah lihat mobil kamu sebelumnya."
   "Mobil saya?"
   "Iyah, beberapa kali malah," katanya sambil tersenyum.
   "Oh ya?"
   "Yah, mobil Suzuki Outlander warna putih dengan stiker setengah badan Baymax yang sedang melambai. Di belakang kaca mobil kamu..." Garry tersentak dengan ucapan cewek itu. "Saya sangat suka film Big Hero 6. Yah, kamu bisa melihatnya juga kan?" lanjutnya, menunjuk gantungan boneka Baymax yang telah beberapa kali menjadi penunjuk Garry.
   Garry tersenyum. Ia pun menoleh ke kaca belakang mobilnya, karena apa yang dikatakan cewek ini sangat tepat. Dilihatnya cewek tersebut masih tersenyum padanya. "Sama... I love Big Hero 6 so much... Soalnya saya juga agak sedikit nerd," ujar Garry akhirnya berhasil mengeluarkan suara setelah terdiam beberapa detik tadi. Mereka tertawa berbarengan.
   "Yeah, saya nerd versi baca buku," ujar cewek itu tersenyum.
   "Dan saya nerd versi teknologi. Berhubungan dengan pekerjaan sebagai EO."
   "Wow..."
   "Dan nggak cuma Big Hero 6. I love all animation movies, 3D, sound effects..."
   "Yap, saya juga..."
   "Kamu juga?" tanya Garry sambil berjalan mendekati cewek itu.
   "Yes, I do... Tapi sori saya harus jalan sekarang. Sudah hampir terlambat pergi les."
   "Oh, kamu les ya?"
   "Iya, les bahasa Inggris. Yuk duluan ya..." ujar cewek itu masuk ke dalam mobilnya, meninggalkan Garry yang masih berdiri sedikit termangu di sana. Tapi tak berapa lama, cewek itu langsung membuka jendelanya dan memanggil, "Hey, saya baru teringat dimana pernah ketemu mobil kamu? Di Puri Indah. Mau kesana juga?"
   Garry tersenyum sumringah. "Yah, begitulah."
   "Ok, kita bisa bareng," ujarnya sambil tersenyum.
   "Tentu saja." Lalu Garry langsung mengambil kesempatan, sadar bahwa ini waktunya. "Oh ya, saya Garry." Ia menjulurkan tangannya. Cewek itu menjulurkan tangannya menyambut, "Karlin."
   "Hi Karlin, nice to meet you." Karlin tersenyum. Garry pun langsung menekan tombol "Unlock" dari kunci mobilnya. Ia bergegas masuk dan duduk di balik kemudi. Ketika hendak memundurkan mobilnya, Garry melihat jari telunjuk Karlin memutar-mutar ke arahnya. Segera Garry menurunkan jendela di kursi sebelahnya, lalu mendengar Karlin berseru, "Garry, ayo, kita beriringan lagi seperti sebelumnya."
   Garry tertawa. Ia pun mengikuti mobil Mazda 2 berwarna merah itu, tak terlepas dari pandangannya. 

   SATU MINGGU KEMUDIAN
   "Halo Karlin, sudah siap?" tanya Garry lewat telepon genggamnya.
   "Halo... Almost..."
   "Hahaha... It's ok, take your time. Sudah di depan rumah kamu."
   "Ok. Aku turun sekarang."
   "Lho, tadi katanya almost?" kata Garry tersenyum. 
   "Iyah, hampir selesai menyisir rambut. Dan sekarang tinggal turun..."
   "Hehe... Ok, bye..." jawab Garry masih memegang telepon genggamnya. "Bye..." balas Karlin, "Mama aku pergi dulu..." Garry mendengar suara Karlin sedang meminta ijin sebelum menutup teleponnya. Ia langsung merapikan dirinya. 
   Dilihatnya Karlin keluar mengenakan gaun bermotif bunga. Anggun sekali cewek ini, pujinya dalam hati. Garry pun turun dari mobilnya, sedikit berlari ke arah kursi penumpang untuk membukakan pintu buat Karlin. Garry menyempatkan diri memuji Karlin, "You look beautiful as always, Karlin..." sambil tersenyum. 
   "Thank you and thank you," jawab Karlin sambil masuk ke mobil putih Outlander Garry.
   Garry menutup pintunya pelan, lalu berjalan ke arah pintunya sendiri. Setelah duduk di balik kemudia, ia bertanya, "Siap?"
   "Tentu saja. Kamu sudah tahu kan mau kemana," jawab Karlin sambil mengenakan sabuk pengaman."
   "Yes, tentu saja..."
   "Dan kamu tahu juga kan dimana?" tanya Karlin tersenyum. Garry memandangnya sambil tersenyum juga. "Yes, ma'am. Ke belakang ruko Puri Indah tempat aku tertinggal."
   Mereka pun sama-sama tertawa. Garry mulai menjalankan mobilnya, sambil memandang mobil merah Mazda 2 yang terparkir rapi di depan rumah Karlin. Istirahat ya kali ini, aku tidak perlu mengejar-ngejar kamu lagi, kata Garry dalam hati.

---SELESAI---

11 Januari 2016

CERBUNG: "Sejak Pertama kali Bertemu di Jalan Tol" (Bagian 2)

---Lanjutan minggu lalu---

   SATU MINGGU KEMUDIAN
   Garry meninggalkan rumahnya untuk bekerja kembali. Bedanya hari ini, ia sedikit antusias, juga membawa harapan. "Jam yang sama seperti minggu lalu. Mudah-mudahan ketemu lagi," ujarnya dengan suara cukup keras, bagai seorang sedang berjanji.
     
   Memasuki jalan yang sama, dengan cermat Garry melihat ke kanan dan ke kiri dari balik kemudinya. Ia pun juga tidak berjalan cepat-cepat, santai saja. Gila, seminggu ini cewek itu nggak bisa gua lupain. Mobil Mazda 2. Matanya. Pipinya, hidungnya, rambutnya walaupun hanya terlihat dari belakang. Lalu tangannya yang kecil. Gua memikirkannya terus. Kenapa ya? Apa dia jodoh gua? Suara hatinya bicara cukup keras, sampai-sampai bisa terdengar suara degup jantungnya sendiri.
   Tak berapa lama, tampak jalanan macet di depan. "Hah, macet!? Pasti gara-gara bayar tol nih," keluh Garry. Dengan terpaksa ia ikuti juga antrian panjang kemacetan tersebut. Di saat sedang mengantre, sekilas Garry melirik kaca spionnya. Sungguh kaget bukan kepalang, di belakang adalah cewek si Mazda 2 merah itu... Garry sampai menoleh ke belakang untuk memastikan penglihatannya. Benar, mobil Mazda 2 cewek itu. Ia langsung membetulkan letak kaca spionnya agar semakin mudah melihat ke belakang. "Yes, that's her... Itu benar-benar dia. Makasih Tuhan. Akhirnya ketemu lagi," soraknya sendiri di dalam mobil.
   Setelah itu, tak henti-hentinya Garry melihat kaca spion. Dan sekarang ia seperti diyakinkan, ya, cewek ini memang cantik. Rambutnya sebahu, mengenakan atasan bunga-bunga. Di tangannya ada satu keping CD. Ia sedang menggantinya. Dan kemudian, mengangguk-anggukkan kepalanya. Hahaha, persis seperti minggu lalu. Hanya saja kali ini pemandangannya tepat berada di belakang. Jadi gua bisa melihatnya dengan bebas. Rasa puas membara di hati Garry, membuatnya tak memperhatikan jalan. Ketika melihat ke depan, jarak mobilnya dengan mobil depan sudah cukup jauh. Dengan perasaan malu, ia memajukan mobilnya pelan, namun pandangannya tetap tak lepas dari mobil Mazda 2 di belakang.
   Mendekati pintu tol Karang Tengah, Garry melirik kaca spionnya lagi, seumpama seorang gentleman yang membuka jalan bagi gadisnya, demikian Garry menyalakan lampu dim sebelah kanannya, menuju pintu tol GTO paling kanan yang masih sepi. Ia senang sang gadis mengikutinya begitu saja.
   Garry sengaja membuka jendelanya kepagian, lalu mengeluarkan wajahnya untuk dapat melihat ke belakang. Tatapan matanya bertepatan dengan pandangan mata cewek itu. Garry sempat tersenyum sekilas, lalu menempelkan kartu e-toll ke mesin GTO. Ketika pintu palang terbuka, Garry melajukan mobilnya, namun tidak cepat-cepat. Ia sedang menunggu mobil merah di belakang. Tak berapa lama ia melihat pintu palang naik, cewek itu berjalan maju. Garry mempersilahkan mobil merah itu melewatinya, kemudian dengan buru-buru ia mendekatkan mobilnya lagi. "Kali ini gua harus tahu dia kemana. Akan gua ikutin," ucap Garry memenuhi rasa ingin tahunya seminggu kemarin. 
   Mobil merah itu menyalakan lampu dim sebelah kiri, berjalan pelan ke arah pintu keluar tol Kembangan. Garry mengikuti dari belakang. Mobil mereka masih beriringan hingga lampu merah. Lagi-lagi dari belakang, Garry melihat dua orang pengamen mendekati mobil Mazda 2 di depannya. Mereka terus saja memetik gitar bututnya. Padahal dengan jelas Garry melihat tangan cewek tersebut melambai, menadakan 'Tidak.' Tapi dua pengamen itu terus tersenyum. Bahkan mengganti lagunya menjadi, "Cantik... Ingin rasa hati berbisik..." dendangnya dengan suara yang sumbang, tak enak didengar. Merasa kesal melihat kejadian tersebut, Garry menekan klakson, membuyarkan pandangan keduanya, disangka mereka sudah lampu merah padahal belum. Akhirnya, mereka mundur, menjauhi mobil cewek tersebut, menuju mobil di sebelahnya.
   Lampu merah pun berubah ke warna hijau. Semua mobil mulai maju sedikit-sedikit, tak terkecuali mobil Garry dan mobil Mazda 2 di depannya. Setelah melewati lampu merah, Garry melihat lampu dim mobil merah berkedip-kedip ke arah kanan, Garry menyalakannya juga. Mereka sudah putar balik, melewati lampu merah Puri Indah, Mal Puri Indah, lalu berbelok di ujung jalan. Di sebelah kiri adalah Carrefour Puri Indah dan di sebelah kanan adalah pintu tol masuk Kembangan. Hmm, mau kemana ya dia? Garry mulai bertanya-tanya dalam hati.
   Mendadak, Garry dikagetkan oleh dering telepon genggamnya. Buru-buru ia mengangkat, "Halo?" jawabnya sedikit berteriak.
   "Pak Garry, ada dimana? Pak Andre sudah mau sampai, Pak," terdengar suara Eko dari kejauhan.
   Garry melihat jam tangannya. Ia sudah melalui perjalanan 15 menit jauhnya dari arah biasa ke kantor. "Saya masih dalam perjalanan, Eko. Tadi sempat terkena macet di pintu tol Karang Tengah," jawab Garry, sambil terus mengikuti mobil Mazda 2 itu hingga masuk ke Perumahan Puri Indah, melewati sekolah Notredame.
   "Baik, Pak," jawab Eko sopan.
   "Tolong sampaikan permintaan maaf saya. Tapi sebentar lagi saya akan sampai kok."
   "Baik, Pak."
   "Makasih ya," Garry langsung memutuskan percakapannya dengan Eko. Kali ini, mobil Mazda 2 menyalakan lampu dim kanannya. "Ok, mau belok kanan atau putar balik dia?" Garry bertanya sendiri. Ternyata, putar balik dan kemudian membelokkan setir ke arah kiri. Garry agak mengenali jalan ini. Ini arah ke Pasar Puri. Dulu, ia punya teman yang tinggal di perumahan Taman Permata Buana, tak jauh dari jalanan dan perumahan ini. 
   Meski telah mengetahui lokasinya dimana, dengan lincah, Garry terus mengikuti mobil cewek itu. Ia merasa seperti sedang konvoi mobil dengan teman-teman prianya, melihat gaya menyetir cewek ini serupa cowok. Kemudian, mobil Mazda 2 telah melewati sekolah Ipeka di sebelah kanannya, berjalan terus, hingga tiba-tiba ia belok kiri mendadak, masuk ke jalan kecil di sebelah Ruko Puri Indah. Garry terhenyak. "Wah, mana bisa gua belok mendadak begitu. Oh no, gua tertinggal lagi dari cewek itu," ucap Garry. 
   Garry hanya bisa melewati belokan itu dengan muka memelas. Masih terlihat mobil merah itu tengah berbelok ke kiri, tepat di belokan pertamanya. Garry terpaksa terus berjalan lurus, menuju tempat tujuan awalnya, yaitu kantor. Tapi kali ini ia tersenyum lebar. Tidak mengecewakan kok. Setidaknya hari ini gua tahu dia kemana. Pasti ke rumah di belakang ruko ini. Yah, tidak jauhlah dari kantor gua. Sejalan juga kok. Tidak apa, ini kemajuan, batinnya. "We'll see next week," seru Garry sedikit bergelora. 

   SATU MINGGU KEMUDIAN
   Semenjak bangun di pagi hari, Garry sudah seperti orang yang terisi penuh baterainya. Dengan penuh semangat, ia mengeluarkan mobil dari garasi rumahnya di waktu yang sama dengan minggu lalu, juga dua minggu sebelumnya. Ia yakin, Tuhan akan membantunya kali ini. Lagipula gua sudah tidak masuk kantor lagi kok. Hari ini demi cewek itu, batinnya.
   Ia tersenyum sumringah. Minggu lalu sungguh luar biasa. Sudah berhasil mengetahui tujuan cewek itu, acara Grand Opening kantor pun berjalan lancar. Tak habis-habisnya gua dan tim dipuji Andre, pemilik saham, juga pemilik perusahaan, Bapak Jimmy. Hari Sabtu yang indah, suara hatinya bicara puas. "Dan hari ini juga pasti akan menjadi seindah minggu lalu, bahkan lebih baik," teriaknya. Di pikirannya sudah terkumpul banyak rencana. Salah satunya, Garry berencana ke jalanan Puri Indah itu. Dan mungkin saja ia akan berbelok, memasuki jajaran rumah di belakang ruko Puri Indah. Tapi hal itu belum diputuskannya. Takut disangka mau rampok lagi, berhenti di depan rumah orang sembarangan. Atau, dia akan coba masuk ke ruko Puri Indah dan memarkirkan mobilnya tak jauh dari pintu keluar. Yah, lihat nanti sajalah...
   Ketika sedang asyik berpikir, Garry terkaget-kaget ada mobil yang menyalipnya dari sebelah kiri. Ia sempat mengeluarkan suara, "Wow..." Tapi langsung ngeh kalau yang melewatinya itu mobil Mazda 2 berwarna merah. Buru-buru ia membuntuti. Mudah-mudahan ini dia, mudah-mudahan, harapnya dalam hati. Dan ternyata benar, ia sudah melihat boneka Baymax yang berayun-ayun cepat, juga stiker mobil 'Don't worry, be happy.' Garry langsung berteriak riang, "Yes, ketemu... Thanks God." Ia pun mulai melongo lewat kaca depan mobilnya, berusaha melihat si pengemudi. Dengan penuh harap, ia akhirnya berujar, "Yes, positive. It's her." Garry terus mendekatkan mobilnya ke mobil Mazda 2 di depan. Kali ini akan gua ikuti terus dia, batinnya berikrar. Tak diduga, mobil Mazda 2 itu menyalakan lampu dim sebelah kiri. "Ow ow, dia mau kemana? Oh, mau ke Rest Area ya. Bagus..." ujar Garry.
   Memasuki Rest Area, mobil Mazda 2 itu langsung menyalakan lampu dim sebelah kanan, berbelok ke deretan tempat-tempat makan dan istirahat. Ia melaju pelan, sampai akhirnya memarkirkan mobilnya di depan toko Seven Eleven. Garry melihat di samping mobil merah itu masih kosong, selekas mungkin ia memarkirkan mobilnya di sebelah. Kemudian, Garry melihat pintu mobil Mazda 2 terbuka dan keluar cewek berpakaian dress warna putih lengan panjang. Melihat dari samping jendela penumpangnya, Garry terkesima. "Astaga, ia cantik sekali, sangat cantik malah," gumamnya takjub. Sampai-sampai Garry masih melanjutkan pandangannya dari kaca spion, melihat gaun putih cewek itu beterbangan sedikit tertiup angin. Cewek Mazda 2 itu masuk ke dalam ATM Center yang terletak di belakang mobil mereka. 
   "Gila, cantik banget dia. Kulitnya putih. Rambutnya diikat samping. Badannya juga langsing. Dan kakinya kecil pula, tampak cantik dengan sepatu high heels putihnya. Gua harus melakukan sesuatu," Garry bicara sendiri. "Ya, gua harus melakukan sesuatu." Ia pun segera mematikan mesin mobil, merapikan rambut dan kemejanya. Lalu keluar dari mobil, merasa bingung dan sedikit gugup, tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya, ia membuka pintu bagasi mobil, merapikan barang-barang di dalam tas gym yang nyata-nyata tidak berantakan itu. 
   Tak berapa lama, Garry mendengar bunyi suara alarm mobil di sampingnya. Garry mendongakkan kepala sejenak. Cewek itu sedang berjalan menuju mobilnya, sambil membuka dompet, merapikan struk kertas dan lainnya. Tiba-tiba angin bertiup agak kencang, membuat rok putih cewek itu tersingkap, juga menerbangkan dua lembar uang berwarna biru. Ia sempat berteriak kecil. Dengan sigap, Garry menangkap uang yang sedang beterbangan itu. Satu lembar berhasil diraihnya, tapi yang satunya lagi membuat Garry sampai merangkak untuk mengambilnya. Ketika dua-duanya berhasil diraih, Garry membalikkan badan. Dan ternyata, cewek itu sudah berdiri tak jauh dari mobil Garry...

---Bersambung---